23 Jul 2015

Katanya, Syawal Bulan Kemenangan?


Katanya, Syawal itu bulan kemenangan?
Menang dari apa kalau ternyata Syawal hanyalah bulan di mana tilawah quran dihentikan, masjid kembali diasingkan, tahajud ditinggalkan, sholat subuh kembali disiangkan dan maksiat kembali dilakukan secara perlahan.. (?)

Mestinya kita itu malu kalo Ramadhan ke mesjid niatnya cuma buat cari buka puasa gratis. Ada makanan kita ke mesjid, dan kalo nggak ada makanan kita nggak ke mesjid, lantas niat kita ke mesjid itu buat nyari Allah atau nyari makan?

Janganlah jadi manusia yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan saja. Istiqomah sebagai tanda predikat taqwa itu emang susah, tapi minimal jangan sampai diri kita tega membiarkan rumah Allah itu sepi.

Nasehat Syekh Al-Utsaimin untuk yang Mengklaim Diri "Salafi"


Dalam program acara liqa`aat bab al maftuh yang ditranskrip oleh situs islamweb.com lalu diunggah ke situs shamela.com terdapat fatwa suara Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan nasehat beliau kepada orang-orang yang mengklaim sebagai salafi.

Makna salafiyyah dan hukum melabeli diri dengannya
معنى (السلفية) وحكم الانتساب إليها

السؤال
 فضيلة الشيخ جزاكم الله خيراً: نريد أن نعرف ما هي السلفية كمنهج، وهل لنا أن ننتسب إليها؟ وهل لنا أن ننكر على من لا ينتسب إليها، أو ينكر على كلمة سلفي أو غير ذلك؟

الجواب
 السلفية : هي اتباع منهج النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه؛ لأنهم هم الذين سلفونا وتقدموا علينا، فاتباعهم هو السلفية.
وأما اتخاذ السلفية كمنهج خاص ينفرد به الإنسان ويضلل من خالفه من المسلمين ولو كانوا على حق، واتخاذ السلفية كمنهجٍ حزبي فلا شك أن هذا خلاف السلفية ، فـ السلف كلهم يدعون إلى الاتفاق والالتئام حول سنة الرسول صلى الله عليه وسلم ولا يضللون من خالفهم عن تأويل، اللهم إلا في العقائد، فإنهم يرون أن من خالفهم فيها فهو ضال، أما في المسائل العملية فإنهم يخففون فيها كثيراً.
لكن بعض من انتهج السلفية في عصرنا هذا صار يضلل كل من خالفه ولو كان الحق معه، واتخذها بعضهم منهجاً حزبياً كمنهج الأحزاب الأخرى التي تنتسب إلى دين الإسلام، وهذا هو الذي يُنكر ولا يمكن إقراره، ويقال: انظروا إلى مذهب السلف الصالح ماذا كانوا يفعلون! انظروا طريقتهم وفي سعة صدورهم في الخلاف الذي يُسوغ فيه الاجتهاد، حتى إنهم كانوا يختلفون في مسائل كبيرة، وفي مسائل عقدية، وعملية، فتجد بعضهم مثلاً يُنكر أن الرسول صلى الله عليه وسلم رأى ربه، وبعضهم يقول: بلى، وترى بعضهم يقول: إن التي توزن يوم القيامة هي الأعمال، وبعضهم يرى أن صحائف الأعمال هي التي توزن، وتراهم أيضاً في مسائل الفقه يختلفون كثيراً، في النكاح، والفرائض، والبيوع، وغيرها، ومع ذلك لا يضلل بعضهم بعضاً.
فـ السلفية بمعنى أن تكون حزباً خاصاً له مميزاته ويضلل أفراده من سواهم فهؤلاء ليسوا من السلفية في شيء.
وأما السلفية اتباع منهج السلف عقيدة وقولاً وعملاً وائتلافاً واختلافاً واتفاقاً وتراحماً وتواداً، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: ( مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر ) فهذه هي السلفية الحقة.

Tanya:
        Wahai Syekh yang terhormat, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan. Kami ingin mengetahui apa itu salafiyyah sebagai sebuah manhaj, apakah kami boleh melabeli diri dengannya? Apakah kami boleh menyalahkan orang yang tidak melabaeli diri dengannya, ataukah malah kata salasfi itu sendiri yang disalahkan, atau ada pandangan lain?

Jawab:
As-Salafiyyah adalah mengikuti manhaj Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat beliau dimana mereka adalah pendahulu kita yang baik, merekalah yang mendahului kita dan mengikuti mereka itulah disebut salafiyyah.

Adapun menjadikan salafiyyah sebagai sebuah manhaj eksklusif yang digunakan seseorang untuk memvonis sesat siapa saja yang berbeda pandangan dengannya meski mereka itu benar, serta menjadikan salafiyyah sebagai sebuah manhaj hizbi (kelompok) maka tidak diragukan ini menyelisihi salafiyyah itu sendiri. Semua salaf menyerukan kesepakatan dan kerukunan di seputar sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan tidak menganggap sesat siapa yang menyelisihi mereka karena adanya beda penafsiran. Kecuali dalam masalah akidah dimana mereka menganggap siapa yang menyelisihi mereka berarti sesat. Sedangkan dalam masalah ilmiyyah maka mereka lebih banyak member keringanan.

Namun, sebagian orang yang menisbahkan diri kepada salafi di masa kita ini sering menyesatkan setiap yang berbeda pandangan dengannya meski kebenaran ada padanya. Sebagian mereka menjadikan salafiyyah ini sebagai manhaj hizbi (sectarian) sebagaimana sekte-sekte lain yang menisbahkan diri kepada agama Islam. Inilah yang harus disalahkan dan tak mungkin diterima.

Dikatakan, lihatlah madzhab salafus shalih dan apa yang mereka lakukan. Lihat bagaimana cara mereka dan kelapangan dada mereka dalam menyikapi perbedaan yang memang dibolehkan untuk berijtihad, bahkan mereka biasa berselisih untuk sebuah masalah yang besar dan juga masalah akidah serta masalah amaliyyah. Anda akan dapati ada sebagian mereka yang mengingkari kalau Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat Tuhannya lalu ada sebagian lain yang mengatakan justru beliau melihat-Nya.

Ada pula sebagian mereka yang mengatakan nanti yang ditimbang di hari kiamat adalah amalan sedang sebagian lain menyatakan yang ditimbang itu adalah lembar catatan amal.

Anda bisa lihat dalam masalah fikih mereka sering berselisih, seperti dalam masalah nikah, hukum waris, jual beli dan lain-lain. Meski demikian mereka tidak saling memvonis sesat satu sama lain.

Maka, salafiyyah dalam arti hizb (kelompok) tertentu yang punya cirri khas yang mana oknum-oknumnya memvonis sesat orang di luar mereka bukanlah salafiyyah dalam hal apapun. Yang dinamakan salafi adalah yang mengikuti manhaj salaf dalam hal akidah baik ucapan maupun perbuatan, sikap saat bersepakat maupun berbeda pendapat, sikap saling menyayangi dan mencintai sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling empati sesama mereka bagaikan satu tubuh yang bila ada satu anggota tubuh itu merasakan sakit maka seluruh tubuhpun merasakan demam dan tak dapat tidur.”

Inilah salafi sejati.

Selesai dari Liqa`aat bab Al-Maftuh 57/15.

Disadur dari blog pribadi ustadz Anshari Taslim, Lc

Salafi Harus Anti Sayid Qutb?



Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Samahahatusy Syaikh, apa prinsip-prinsip akidah yang dianut oleh penulis kitab Fi Zhilal Al Qur’an? Apakah buku tersebut bisa dijadikan rujukan untuk menafsirkan Al Qur’an?"

Jawaban beliau adalah sebagai berikut:

“Aku tidak memiliki hasrat untuk membaca buku tersebut. Aku yakin kitab-kitab tafsir yang terkenal semisal Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Syeikh Abdurrahman bin Sa’di, Tafsir Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Tafsir Al Qurthubi memuat penjelasan yang jauh lebih baik dibandingkan Fi Zhilal Al Qur’an.

Namun perlu diketahui bahwa dalam Tafsir Al Qurthubi terdapat beberapa hadits yang lemah karena memang tidak memiliki kemampuan yang baik dalam masalah hadits. Sehingga dalam tafsirnya, beliau membawakan hadits yang shahih, hasan dan dhaif. Yang jelas buku-buku tafsir yang ada sudah mencukupi sehingga kita tidak membutuhkan Fi Zhilal Al Qur’an.

Tafsir Fi Zhilal Al Qur’an sebenarnya bukanlah buku tafsir. Oleh karena itu, penulisnya menamai bukunya dengan judul Fi Zhilal Al Qur’an yang artinya dalam bayang-bayang Al Qur’an. Dengan kata lain, buku tersebut tidak menyelami kedalaman Al Qur’an. Oleh sebab itu, kita jumpai gaya bahasa penulisnya adalah gaya bahasa yang bersifat umum. Penulis menyampaikan isi ayat al Qur’an hanya secara global. Penulis sangat jarang sekali membahas makna mendalam yang terdapat dalam kata demi kata dalam Al Qur’an.

Di samping itu, dalam buku tersebut terdapat berbagai hal yang sangat berbahaya yang telah diingatkan oleh para ulama semisal Abdullah Ad Duwaisy dan Al Albani.

Sejak lama aku mengetahui kritikan Al Albani terhadap penafsiran Sayid Qutb untuk surat Al Ikhlas ayat pertama. Kemudian kulihat sendiri penafsirannya untuk ayat tersebut. Ternyata penafsirannya adalah penafsiran yang sangat mengerikan. Tidak mungkin ada orang yang menyetujuinya kecuali orang yang menganut faham wahdah wujud (di alam semesta ini hanya ada satu yang wujud atau ada yaitu Allah).

Demikian pula penafsiran Sayyid Qutb untuk sifat Allah istiwa atau berada di atas ‘Arsy. Dia menafsirkan istiwa’ dengan hegomoni dan menguasai. Ini adalah penafsiran yang serupa dengan penafsiran Mu’tazilah dan Asy’ariyyah dan orang-orang yang sejalan dengan mereka. Mereka semua menafsirkan istawa‘ dengan istaula yang bermakna menguasai.

Singkat kata, buku tersebut belum pernah kubaca secara tuntas.

Meski demikian, aku tegaskan bahwa penulis buku tersebut telah meninggal dunia. Jika dia salah karena berijtihad niscaya Allah akan mengampuninya. Orang yang berijtihad dari umat ini jika benar akan mendapat dua pahala. Jika salah dalam berijtihad akan mendapat satu pahala.

Akan tetapi, jika dia salah karena tidak sungguh-sungguh dalam mencari kebenaran maka Allah lah yang mengurusi perkaranya.
Sedangkan untuk kita, sama sekali tidak boleh bagi kita untuk menjadikan prinsip beragama yang dianut seseorang atau buku tafsirnya sebagai pengikat hubungan di antara kita atau menjadikannya sebagai tolak ukur orang yang dicintai atau dibenci sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang pada zaman ini.

Banyak orang yang memiliki prinsip jika ada orang yang menyanjung Sayid Qutb maka dia adalah kekasih (baca:kawan) kita. Jika orang tersebut tidak menyanjung Sayid Qutb maka dia adalah musuh (baca:lawan) kita.

Ini adalah prinsip yang keliru. Kita berharap agar Allah mengampuni Sayid Qutb karena dia adalah bagian dari kaum muslimin yang bisa benar dan bisa salah.
Kita tidak boleh membicarakan pendapatnya yang benar ataupun yang salah untuk dijadikan sebab permusuhan di antara kita.

Buku-buku tafsir yang lain seribu kali lebih baik dari pada tafsir Sayid Qutb. Buku Fi Zhilal Al Qur’an sebenarnya juga bukan buku tafsir sebagaimana yang telah kusampaikan. Penulis hanya berputar di sekeliling makna ayat yang sesungguhnya dengan menggunakan kalimat-kalimat global. Di dalamnya juga terdapat berbagai kekeliruan yang sebagian di antaranya telah kusampaikan. Boleh jadi dalam buku tersebut terdapat kesalahan yang lebih banyak lagi. Karena memang aku belum menelusuri kesalahan-kesalahannya satu persatu.

Hendaknya kaum muslimin berkata tentang dirinya, “Dia sebagaimana manusia yang lain, bisa salah dan bisa benar. Kita berharap agar dia mendapatkan ampunan terkait kesalahan yang dia miliki. Dia telah meninggal dunia. Kita juga tidak memiliki kewenangan sedikit pun tentang nasibnya di akherat”.

Tentang buku tafsirnya, kunasehatkan kepada orang yang ingin mengetahui tafsir Al Qur’an dengan benar agar membaca buku-buku tafsir yang lain yang lebih baik dari pada buku tersebut”.

***

Jawaban Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ini, beliau sampaikan dalam sesi tanya jawab setelah memberikan pengajian di hadapan para mahasiswa Universitas Al Imam Muhammad bin Saud pada malam Rabu tanggal 23 Dzulhijjah 1417 H di aula asrama mahasiswa Universitas Ibni Saud.

Lihat buku Washaya wa Taujihat li Thullab Al Ilmi hal 309-311 terbitan Dar Ibn Al Haitsam Mesir, cetakan pertama tahun 2005.

Kalimat yang ditebalkan di atas adalah dari kami.

Subhanallah, inilah sikap yang bijak terkait dengan Sayid Qutb. Sebagian orang demikian kagum dengan beliau sehingga menjadikan sikap seseorang terhadap Sayid Qutb sebagai tolak ukur orang yang menjadi kawan atau lawannya.

Di sisi lain, ada juga yang demikian benci dengan Sayid Qutb sehingga sikap seseorang terhadap beliau dia jadikan sebagai barometer kawan ataukah lawan.

Orang yang tidak membenci Sayid Qutb, terlebih lagi membelanya adalah ahli bid’ah atau dinilai keluar dari ahli sunnah apapun alasan orang tersebut sehingga tidak membenci dan memusuhi Sayid Qutb.

Padahal boleh jadi orang tersebut bersikap demikian karena dia tidak mengetahui kesalahan-kesalahan beliau. Bahkan sebatas pengetahuannya, Sayid Qutb adalah seorang pembela dan pejuang Islam.

Atau boleh jadi, dia bersikap demikian karena menurutnya apa yang dikatakan oleh sebagian orang sebagai kesalahan Sayid Qutb sebenarnya bukanlah sebuah kesalahan karena masih bisa dipahami dengan makna dan pemahaman yang baik dan benar.

Karena pada dasarnya kita berkewajiban untuk berbaik sangka dengan seorang muslim dan menafsirkan perkataan seorang muslim dengan penafsiran yang benar selama memungkinkan.

Dua sikap di atas bukanlah sikap yang benar. Yang benar adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin yaitu kita tidak menjadikan sikap seseorang terhadap tokoh tertentu sebagai tolak ukur wala’ wal bara’ atau cinta dan benci atau sebagai parameter ahli sunnah atau ahli bid’ah.

Yang jadi tolak ukur penilaian adalah sikap seseorang terhadap dalil Al Qur’an dan sunnah serta hal-hal yang baku dan permanent dari akidah Ahli Sunnah. Hal-hal baku itulah perkara-perkara yang disepakati oleh para ulama ahli sunah dari zaman ke zaman. Sikap terhadap tokoh tertentu atau pendapat tokoh bukanlah tolak ukur kawan atau lawan, ahli sunnah ataukah bukan.

sumber : ustadz aris munandar

20 Jul 2015

Empak Kelompok Perusak Dakwah Islamiyyah



Selain dihancurkan dari luar, Islam juga dihancurkan dari dalam. Merekalah kelompok duri dalam daging yang senantiasa merusak citra islam dari dalam tubuh umat islam sendiri.

[1]. Gerakan Syiah. Selalu menghina Shahabat, Abu Hurairah, istri Nabi, Imam Bukhari, dll.

[2]. Gerakan Kontra Wahabi. Intinya selalu memusuhi sesama Muslim. Bercita-cita memberantas saudaranya sendiri dengan mengangkat tema "Wahabi".

[3]. Gerakan Ahlu Tabdi' wa Tahdzir, yakni gerakan Tahdzir dan Tuduhan Hizbiyah. Semua yang bukan kelompoknya dituduh hizbiyah dan ahli bid'ah. Yang benar hanya mereka, yang paling Salaf hanya mereka.

[4]. Gerakan Takfiri. Yakni gerakan Bermudah-mudah mengkafirkan sesama Muslim. mengkafirkan orang-orang muslim dan bersikap ekstrim.

* Semua kelompok di atas eksis di tengah tubuh dakwah Islam.

* Semua kelompok di atas tidak menyumbang faidah PERSATUAN UMMAT.

* Semua kelompok di atas mendukung strategi kaum penindas (sekuler/kufar), DEVIDE ET IMPERA.!

Waspadalah !

oleh : Abu muhammad waskito

Aku Bangga Jadi Haroki



* Harakah Islamiyah, artinya gerakan Islam. Yaitu gerakan skelompok Muslim, dengan metode tertentu, untuk mencapai kemaslahatan Ummat.


* Para aktivisnya sering disebut HAROKI (orang pergerakan).

* Harakah biasanya memiliki aturan internal & disiplin tertentu. Ini dimaksudkan, agar gerakan mereka tertata rapi, solid, efektif.

* Harakah berbeda dengan konsep MAJELIS TAKLIM, PENDIDIKAN FORMAL, atau BIROKRASI NEGARA. Meskipun, bisa saja orang-orang Haraki masuk ke tempat-tempat itu.

* Harakah umumnya dibangun di sebuah negara SEKULER. Tujuannya, ingin membawa negeri itu ke arah ISLAMI.

* Jika sbuah negara sudah Islami, konsep Harakah tidak dibutuhkan lagi. Malah harakah itu bisa ikut menjaga kehidupan Islam semampunya. Jadi harakah adalah: al wasilah li ishlahil Ummah (suatu sarana untuk memperbaiki Ummat).

* Sehingga, harokah hakikatnya adalah JIHAD, tetapi bukan dengan berperang, melainkan dengan Dakwah dan Kaderisasi SDM.

* Kadang Harakah menempuh strategi "bawah tanah", rahasia, ketat dalam soal anggota. Hal itu karena banyak pihak-pihak yang memusuhi, dari kalangan sekuler maupun Barat. Ia dibuktikan melalui fakta-fakta yang banyak dari masa ke masa. Di mana ada dakwah tauhid, seringkali dimusuhi anasir-anasir tiran.

* Apakah merahasiakan gerakan itu suatu dosa? Jawabnya, para pemuda Al-Kahfi pun dulunya merahasiakan gerakan mereka. Sampai ada kata "fal yatalatthaf" (hendaknya dia membeli makan dengan tenang, lunak, jangan tergesa sehingga mencurigakan orang).

* Tapi strategi itu sering disalah-pahami sebagai hizbiyah, bid'ah, memecah belah. Padahal Nabi dan Shahabat biasa melakukan upaya-upaya rahasia, untuk menyembunyikan gerakan mereka, terutama di Makkah.

* Beberapa fakta SIRAH NABAWIYAH perlu disebut: majelis Darul Arqam itu rahasia, dakwah ke peziarah Haji juga rahasia, Baiat Aqabah I dan II rahasia, gerakan hijrah ke Madinah rahasia, dan lain-lain.

* Intinya, tidak mengapa merahasiakan gerakan, selama ada pihak-pihak yang memusuhi missi perjuangan Islam.

* Bahkan upaya mendirikan DAULAH ABBASSIYAH, kemudian menggusur Umayyah, sepenuhnya rahasia, sangat disiplin, militan sekali. Toh tidak ada ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari/menafikan Dinasti Abbassiyah. Imam-imam Ahlus Sunnah & Imam Hadits muncul di zaman Abbassiyah ini.

* Untuk menilai Harakah ada 3 poin penting: AKIDAH, TUJUAN, dan SARANA. Akidah harus SUNNI atau AHLUS SUNNAH. Tujuan: Menegakkan Syariat Allah di muka bumi. Sarana atau strategi dipilih sesuai ijtihad ulama, dengan pertimbangan mencapai hasil terbaik.

* Islami tidaknya suatu gerakan, lihat TUJUAN-nya (yakni al-ghayah). Lurus tidaknya gerakan itu, lihat al aqidah (yakni keyakinan). Dan terkait sarana (al wasilah) itu masuk area ijtihad ulama. Ijtihad diperbolehkan. Bahkan ada kaidah "al ijtihad laa yudhaddu bil ijtihad" (satu ijtihad tidak bisa dilawan dengan ijtihad lain).

* Banyak orang dengan SEENAKNYA menyerang Harakah Islamiyah kalangan Sunni sebagai bid'ah, hizbiyah, sesat. Lalu yang benar menurut mereka yang mana? Katanya, yang MENDAPAT RESTU PENGUASA sekuler. Apa mungkin mereka merestui missi Islam? Akhirnya kita jadi paham, orang-orang itu berdiri di sisi kaum Islami atau sekuler. Akidah mereka membela sekularisme, dan memusuhi Islam.

* Padahal ulama sepakat, sekularisme itu kekafiran, jahiliyah, atau kemusyrikan. Tokoh-tokoh Masyumi menyebutnya LAA DINIYYAH (tidak ada agamanya).

* Ummat Islam harus tahu dan sadar, putra-putra Haraki selama ini SANGAT BANYAK BERPERAN menjaga agama Allah di negeri-negeri Muslim. Baik Ummat mengetahui itu atau tidak. Jasa-jasa besar ini adalah bukti yang tidak boleh diingkari.

* Paling parah, ada yang menyebut kalangan Harakah sebagai Khawarij.

BANTAHAN: Khawarij akidahnya jelas memusuhi kaum Muslimin. Sedangkan tujuan Harakah adalah membela kepentingan Ummat dan Islam. Bagaimana bisa pihak PRO ISLAM kok disebut Khawarij?

* Paling parah lagi, para pencela itu sering tidak mau diajak tabayun, klarifikasi, atau debat terbuka. Seolah yang mereka inginkan adalah "yasuddunan nasa 'an dinillah" (menghalangi manusia dari agama Allah). Na'udzubillah min dzalik.

* TAPI ada satu kritik untuk kalangan Harakah Islam. Hendaknya mereka jangan fanatik buta, dengan menafikan gerakan-gerakan lain. Hendaklah mereka mau BEKERJASAMA dengan gerakan-gerakan Islam lain, untuk mencapai MASLAHAT BERSAMA. Jangan membatasi makna Islam pada kelompok sendiri saja. itu Hizbiyyah namanya !!

* Benar kata ulama, Harakah Islam adalah "jama'ah minal muslimin" (satu kelompok dari kalangan Muslim); bukan "jamaatul muslimin" (representasi Ummat paling sah).

* TERAKHIR, adanya kesalahan individu tidak boleh menjadi alasan MENCELA suatu harakah. Namanya manusia, tidak lepas dari salah & dosa.

Ada kaidah: "Kemuliaan Islam tidak diwakili perbuatan seorang Muslim."

Maka, hendaknya para aktivis Islam saling nasehati dalam kebenaran & kesabaran. Na'am...

* Demikian, smoga tulisan kecil ini brmanfaat. Amin Ya Rahman.

sumber : Faishal Ali

11 Jul 2015

Kisah Uang Rp. 1000 dan Rp. 100.000


Uang kertas Rp.1000 dan Rp.100.000 sama-sama terbuat dari kertas, sama-sama di cetak serta diedarkan oleh Bank Indonesia. Secara kasat mata mereka memang tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Secara bersamaan mereka dibuat, keluar dan beredar di tengah-tengah masyarakat melalui Bank Indonesia.


Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja mereka bertemu di salah satu dompet seorang anak muda. Kemudian, terjadilah percakapan diantara mereka, Rp.100.000 bertanya kepada Rp.1000.

“Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan bau?!”.

Lalu di jawab oleh uang Rp.1000, “Karena, setelah aku keluar dari Bank, aku langsung berada di tangan orang-orang bawahan. Dari tukang becak, tukang ojek, tukang parkir, penjual sayur, penjual ikan, bahkan sampai di tangan pengemis”.

Lalu uang Rp.1000 bertanya kembali kepada Rp.100.000. “Kenapa kamu masih tampak kelihatan seperti masih baru, rapi dan bersih??”.
Di jawab oleh uang Rp.100.000. “Karena begitu aku keluar dari bank, aku langsung di sambut wanita-wanita cantik, dan aku beredar di mall, restoran mahal, atau hotel berbintang. Keberadaanku sangatlah di jaga dan terkadang jarang keluar dari dalam dompet”.

Lalu uang Rp.1000 bertanya lagi, “Pernahkah kamu mampir di tempat ibadah?”.


“Belum pernah”, kata si Rp.100.000.


Lalu Rp.1000 pun berkata, “Ketahuilah, meskipun keadaanku sekarang seperti ini, namun setiap hari aku selalu mampir di masjid-masjid, berada di tangan anak-anak yatim. Bahkan aku selalu bersyukur kepada Tuhan. Aku tidaklah di pandang sebagai nilai oleh para manusia, namun aku di pandang sebagai MANFAAT”.


Akhirnya, menangislah Rp.100.000. Karena ia tersadar telah merasa besar, hebat, tinggi, tapi tidaklah begitu bermanfaat selama ini.

sumber : google

Surat Dari Uang


Namaku uang atau duit...

Wajahku biasa saja kadang kumel fisikku juga lemah tapi jangan main-main aku bisa merombak tatanan kehidupan dunia ini. Aku juga bisa merombak merubah perilaku orang,aku bisa merubah sifat manusia karena manusia sangat mengidolakan aku tau.

Banyak orang yang merubah kepribadiannya, mengkhianati teman, bahkan menjual tubuhnya, meninggalkan keyakinan imannya demi aku. Padahal aku tidak mengerti mana yang soleh dan yang bejat tapi manusia malah mengukur aku jadi patokan kesuksesan, dianggap terhormat gara-gara ada aku atau di hina gara-gara nggak punya aku.

Aku bukan Iblis tapi sering orang melakukan kekejian, kejahatan demi aku, aku juga nggak ngerti. Aku bukan orang ketiga tapi banyak suami istri berantem gara-gara aku. Anak-anak dan orang tua berselisih gara-gara aku bahkan ada yang mengharap-harapkan bapaknya meninggal gara-gara warisan dalam bentuk aku.

Sudah sangat jelas aku bukan tuhan tapi manusia menyembah aku seperti menyembah tuhan bahkan kerap kali hamba tuhan lebih menghormati aku daripada menghormati tuhannya. Padahal jelas sudah dilarang menghambakan uang. Seharusnya aku yang melayani manusia tapi aneh malah manusia yang menjadi budakku.

Aku tidak pernah mengorbankan diriku untuk siapapun tapi banyak orang yang rela mati demi aku, konyol benar. Perlu aku ingatkan heeey. Aku hanya bisa menjadi resep beli obat tapi aku tidak mampu memperpanjang umur kalian. Kalau suatu hari engkau dipanggil Allah tuhanmu, aku tidak bisa menemanimu apalagi menebus dosa-dosamu.

Engkau sendiri yang akan menghadap tuhanmu dan akan menghadapi keadilannya, saat itu pasti tuhanmu akan bertanya. Apakah selama hidup engkau mencari uang dengan cara yang hak dan memanfaatkannya dengan cara yang hak pula atau sebaliknya atau menjadikan uang sebagai tuhanmu?

Ini aku akan informasikan hal yang terakhir. Asal tau saja aku tidak ada di syurga loooh, jadi jangan cari aku disana.

Salam sayang dan salam mikir........

Pertanda : Uang

Sumber : google

3 Jul 2015

Pandangan Ulama Saudi Tentang Al-Ikhwan al-Muslimin

Dewasa ini, media massa Mesir telah memberitakan penyerangan yang berlebihan sehingga berhasil membentuk opini yang jahat terhadap keberadaan organisasi Al-Ikhwan al-Muslimin. Media tersebut menuding dengan tuduhan yang jahat dan penuh dengan kebohongan, karena telah mendorong dilakukannya pembunuhan; bertepuk tangan dengan adanya korban yang berjatuhan; dan bergembira dengan penangkapan dan penyiksaan yang dialami oleh Al-Ikhwan al-Muslimin. Seakan-akan mereka pasukan Yahudi yang ada di Palestina.

Lembaran ini akan membawa kita jauh dari kampanye sekulerisme ataupun kampanye yang dibayar. Inilah pendapat para ulama yang jujur dalam memberikan informasi sesungguhnya tentang Al-Ikhwan al-Muslimin, juga mengenai sikap mereka terhadap ormas Islam internasional itu.

Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta mengeluarkan fatwa yang isinya adalah :

“Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti  halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa.” (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)

Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.

Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Adapun beberapa kelompok yang ada, maka kami tidak menganggapnya sebagai kelompok yang sesat hanya karena adanya perbedaan nama jika tujuannya sama. Ada jamaah Tabligh di Arab Saudi dan sekitarnya yang kebanyakan dari mereka adalah alumni Jamiah Islamiyah dan beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka berpendapat bahwa berdakwah dengan amal perbuatan dan melakukan banyak bepergian itu mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ada kelompok Salafi yang juga Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat tentang utamanya belajar dan mendalami ilmu aqidah.

Ada juga kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu menyibukkan diri dengan berdakwah dan lantang menolak kemunkaran. Ada yang lebih memilih menghindar dan menjauhi para pelaku kemaksiatan walaupun mereka para penguasa, dan ada juga yang membolehkan masuk ke wilayah kekuasaan agar dapat meminimalisir kejahatan yang dilakukan para penguasa. Pada dasarnya semua kelompok tersebut beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan tidak termasuk kelompok yang sesat.

Dan jika ada oknum tertentu dari kelompok di atas yang berada pada aqidah yang sesat seperti berpendapat ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya), tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.), membolehkan perilaku syirik, berpendapat seperti kelompok murjiah atau khawarij, atau mengingkari kekuasaan Allah, maka orang yang berpendapat demikian termasuk dari golongan yang sesat dan kita harus waspada agar tidak tertipu dengan ajakannya. Wallahu A’lam.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 11.622)


Cinta dan loyalitas terhadap Al-Ikhwan al-Muslimin

Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata, “Setiap jamaah dan kelompok yang mengamalkan al-Sunnah dan mengajak kepada Syariat Allah, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemunkaran, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan meninggalkan bid’ah. Maka kelompok seperti ini harus kita dukung dan mencintainya, walau mungkin ada sedikit kekurangan atau sedikit penyelewangan yang kita harus memberikan nasehat dan memperingatkan mereka agar tidak melakukan penyimpangan terhadap aturan syariat.

Kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk kategori di atas. Mereka telah menghidupkan dakwah, memberikan nasehat kepada umat, dan mereka menjelaskan kebaikan kepada orang uang ditemuinya.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 2975),

Bekerja sama dengan Al-Ikhwan al-Muslimin

Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengeluarkan fatwa yang isinya: “Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti  halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa. (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)

Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.

Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengelurkan fatwa tentang Jamaah Al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, jamaah Ansharus Sunnah al-Muhammadiyyah, al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah, dan Salafaiyyah, yang isinya :

“Setiap kelompok di atas memiliki kebenaran dan juga kebatilan, ada yang salah di dalamnya dan ada juga yang benar. Sebagian dari mereka ada yang lebih mendekati kebenaran dan memiliki kebaikan  dan manfaat yang lebih banyak dari sebagian lainnya. Maka yang harus Anda lakukan adalah bekerja sama dengan setiap kelompok dalam hal kebenaran dan memberikan nasehat kepada mereka yang menurut Anda melakukan kesalahan.” (fatawa al-Lajnah, jilid 2, hal 239)

Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah Jami’an.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Seseorang harus mengikuti kelompok yang mengikuti kebenaran, jika kebenaran ada di pihak Al-Ikhwan al-Muslimin maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti,  jika kebenaran ada di pihak Ansharus Sunnah maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti,  jika kebenaran ada di pihak yang lainnya maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti. Semua tergantung kebenaran yang ada padanya, kelompok-kelompok yang ada ditentukan dengan kebenaran yang ada.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238)

Hubungan antara Salafiyyah dengan Al-Ikhwan al-Muslimin

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Jika penyebutan nama, seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya memberi pengaruh terhadap persaudaraan keimanan dan kerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan maka hal ini tidak diperbolehkan. Semuanya adalah saudara karena Allah, yang selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan dan juga saling menasehati walaupun dengan penamaan yang berbeda-beda.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darb, jilid 3, hal 171)

Tidak boleh saling serang dan bermusuhan dengan al-Ikhwan al-Muslimin

Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya:

Kita melihat ada fenomena yang berbahaya yang mulai tersebar di kalangan para ulama dan penuntut ilmu yaitu menjelek-jelekkan kelompok-kelompok Islam yang ada di dunia Islam dan memecah belah antar kelompok dakwah. Kita menemukan ada yang mengatakan orang ini memiliki manhaj kelompok fulan dan yang ini bermanhaj menurut kelompok lainnya. Ada yang menilai baik dan buruknya suatu  kelompok dan juga menyerang kelompok tertentu, yang mana hal ini sudah menyebar di tengah-tengah para pencari ilmu. Apa pendapat Syekh tentang fenomena tersebut? Bukankah itu akan berpengaruh dengan ¬al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (disloyalitas) dan juga berpengaruh terhadap kesatuan umat dan para dai yang kita inginkan?”

Syekh Bin Baz rahimahullah menjawab:

“Al-Ikhwan al-Muslimin, jamaah Tabligh, dan kelompok-kelompok lainnya dengan nama yang berbeda-beda, tujuannya harus ikut dengan syariat Allah, mengikiti sunnah Rasulullah, dan menjauhi tujuan-tujuan selain keduanya. Jika itu menjadi tujuannya maka qalbu-qalbu menjadi berdekatan, kesungguhan menjadi terkumpul, pertentangan terminimalisir, dan qalbu-qalbu menjadi jernih.

Jika ada seseorang yang memiliki kritikan kepada kelompok tertentu hendaknya dia memberikan nasehat kepadanya dan menuliskan surat kepadanya atau kepada pemimpinnya, lalu menjelaskan kritikannya dengan dalil-dalil dan menggunakan cara yang lembut dan hikmah. Seperti inilah bentuk saling menasehati dan berkeinginan untuk selalu memberikan kebaikan, menjauhkan keburukan, salah satu sebab tersentuhnya qalbu, dapat memberikan kebaikan dan meminimalisir keburukan.

Adapun saling menjuluki suatu kelompok dengan beberapa gelaran yang mengandung ejekan dan mencelanya, maka inilah yang dapat memecah belah barisan dan mencerai beraikan kelompok. Dan yang didapat adalah bertambahnya keburukan.

Nasehat saya kepada semua kelompok yang mengatasnamakan Islam, dan nasehat saya kepada al-Ikhwan al-Muslimin yang didukung oleh beberapa orang dan dimusuhi, dicela, dan dibenci oleh sebagian lainnya, untuk selalu saling menasehati dan tidak memberikan celaan yang dapat memecah belah umat.” (Muhadharah dengan tema “Akhlaqul ulama’ wa atsaruha fil Ummah).

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada sebagian yang menamakan dirinya; Ansharus Sunnah, Salafiyyah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya, maka ini tidak memberikan efek buruk jika bersama dengan kebenaran, dan beristiqamah mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, memberlakukan hukum berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan memiliki aqidah yang lurus baik dalam perkataan Maupun perbuatan. Jika ada kelompok yang salah, maka para ahli ilmu berkewajiban untuk mengingatkan kepadanya dan menunjukkannya jalan yang benar dengan dalil yang jelas.

Yang kami maksudkan adalah kita harus senantiasa bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan memperbaiki suatu kesalahan dengan ilmu dan hikmah dengan metode yang bagus. Jika ada kelompok yang memiliki kesalahan yang berhubungan dengan aqidah, hal-hal yang diwajibkan Allah, dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah maka mereka ini harus diingatkan dengan menggunakan dalil-dalil syariat dengan lembut dan hikmah serta dengan cara yang baik. Hal ini dilakukan agar mereka dapat patuh dan menerima sebuah kebenaran serta tidak lari darinya.

Seperti itulah yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk selalu bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menasehati antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak saling menjatuhkan antara yang satu dengan lainnya yang mana ini semua akan menjadi angin segar bagi musuh.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183)

Yang diikuti dan ditolak dari al-Ikhwan al-Muslimin

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun kelompok-kelompok yang ada maka tidak boleh diikuti kecuali hal tersebut sesuai dengan yang haq. Baik kelompok tersebut mengatasnamakan dirinya al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, Ansharus Sunnah, Salafiyyah, Jamaah Islamiyyah, Ahlul Hadits, atau yang nama-nama yang lainnya, maka mereka semua ditaati dan diikuti dalam hal yang haq. Haq di sini adalah yang sesuai dengan dalil. Sedang yang berseberangan dengan dalil harus ditolak, dan kita katakan kepadanya, ‘engkau salah dalam hal ini.’

Yang semestinya dilakukan adalah mengikuti mereka pada hal yang sesuai dengan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’. Dan jika mereka tidak sesuai dengan al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ maka harus dengan tegas ditolak.

Jika ada yang benar dikatakan kepadanya, ‘engkau benar’ jika dia benar dan ‘engkau salah’ jika dia salah, dan yang diikuti hanya yang haq saja dan diajak kepadanya agar mendapatkan taufiq.

Jika dia salah dikatakan kepadanya, ‘engkau salah dalam masalah ini dan pendapatmu berseberangan dengan dalil ini, engkau harus segera bertaubat kepada Allah dan kembali kepada jalan yang benar.’ Inilah yang dikatakan oleh para ahli ilmu. (Fatawa Ibnu Baz, jilid 7, hal 121-122).

Bergabung dengan al-Ikhwan al-Muslimin

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada seseorang yang bergabung dengan kelompok Ansharus Sunnah dan menolongnya dalam hal yang haq, atau bergabung dengan kelompok al-Ikhwan al-Muslimin dan ikut mendirikan kebenaran di dalamnya tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas maka hal ini diperbolehkan. Adapun jika dia bergabung dengan mereka hanya mengikuti pendapat mereka dan tidak boleh menyimpang darinya, maka tidak diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238).

Pemberian nama dengan sebutan “al-Ikhwan al-Muslimin”

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun beberapa penamaan seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaatul Muslimin, atau yang lainnya, maka penamaan dengan nama-nama tersebut diperbolehkan. Penamaan tidak masalah yang penting adalah amal perbuatan yang ada di dalamnya.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darbi, jilid 3, hal 169)

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sebagian kelompok yang memberikan nama kepada kelompoknya sebagai tanda atasnya, seperti Ansharus Sunnah di Sudan atau di Mesir maka hal ini diperbolehkan asalkan mereka beristiqamah pada jalan yang benar: jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau menamakan dirinya dengan sebutan al-Ikhwan al-Muslimin yang mereka gunakan sebagai penghubung di antara mereka, maka hal ini tidaklah memberikan kemudharatan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 3, hal 170)

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Kelompok yang beruntung adalah kelompok yang mengajak kepada al-Qur’an dan sunnah, walaupun dari kelompok ini atau itu, selama masih satu aqidah dan satu tujuan. Tidaklah mengapa suatu kelompok mengatasnamakan dirinya: Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya. Yang terpenting adalah aqidah dan amal perbuatan mereka. Jika mereka beristiqamah dalam haq, tauhidullah, ikhlas, mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan, maka beberapa penamaan kelompok diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 183).

Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Jika mereka semua beragamakan Islam dan beraqidah seperti aqidahnya para salafus shalih, dan mereka berbeda pendapat dalam hal-hal furu’ seperti adanya empat madzhab, berbeda dalam manhaj da’wah, berbeda dalam penamaan dan perbuatannya sesuai dengan namanya seperti: al-Ikhwan al-Muslimin, ahlut Tauhid, Salafiyyah, Tabligh yang beraqidahkan ahlus sunnah, maka penamaan-penamaan tersebut diperbolehkan.” (Mauqi’ Syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 8326)

Wahai al-Ikhwan al-Muslimin, kenapa kalian memerangi rezim Arab dan Para Sekutunya?

Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Kelompok al-Ikhwan al-Muslimin yang muncul di Mesir, yang mana mereka memiliki tujuan untuk memberikan perbaikan dan berdakwah kepada Allah, dan melalui gerakan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada orang dengan jumlah yang banyak sehingga mereka bertaubat dari meninggalkan shalat, dari minum-minuman keras, dan dari perilaku yang haram dan keji.

Ada beberapa kebiasan jahiliyyah yang belum dilaksanakan karena para da’i tidak dapat menghilangkannya, sehingga mereka berusaha untuk meminimalisirnya dikarenakan mereka adalah rakyat biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena inilah, mereka tidak dapat menghancurkan kubah di atas kuburan dan mencegah beberapa perilaku kesyirikan, karena mereka tidak memiliki kekuatan.

Para penguasa telah menjebloskan sebagian dari mereka ke penjara, para penguasa tersebut juga membunuhi mereka karena mereka beralasan bahwa al-Ikhwan al-Muslimin telah menggerakkan mayoritas rakyat melawan mereka, membongkar kejahatan mereka, menentang aturan-aturan mereka seperti undang-undang yang mereka buat, adat istiadat buruk, tidak melaksanakan hukum had, dan memperbolehkan zina dan minuman keras. Maka para penguasa tersebut berusaha sebisa mungkin untuk memecah belah mereka, menekan mereka, dan menghancurkan kekuatan mereka.” (Mauqi’ syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 11.622).

Sikap Syekh Bin Baz tentang Pembunuhan terhadap al-Ikhwan al-Muslimin di Suriah 30 tahun silam.
Pada awal tahun delapan puluhan, pemerintah Suriah telah menyerang al-Ikhwan al-Muslimin sebagaimana yang terjadi sekarang di Mesir.

Syekh Bin Baz rahimahullah dalam surat terbukanya kepada presiden Suriah pada masa itu, yaitu Hafidz Asad berkata, “Majlis Tinggi di Jami’ah Islamiyyah yang diselenggarakan di Madinah al-Munawwarah dan dihadiri oleh perwakilan ulama muslim dan para pemikir di dunia Islam telah melihat hal yang menakutkan atas apa yang terjadi di Suriah, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan terhadap kaum muslimin yang menuntut ditegakkannya syariat Allah. Itu semua dilakukan dengan kedok Insiden yang terjadi di Halb (Aleppo).

Beberapa kantor berita dan media massa Arab Internasional telah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut dilakukan oleh beberapa sayap partai lokal dikarenakan kesusahan, beban berat, dan tidak adanya akhlak yang mulia di setiap tempat di dalam perilaku sehari-hari. Dan juga disebabkan karena adanya perbedaan afiliasi dan loyalitas terhadap kelompok.

Yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikan akar dari sebab permasalahan dan tidak menambah runcing permasalahan. Begitu juga dengan mendukung para pemuda yang ikhlas berbuat untuk agama dan umatnya dan menghentikan tindakan-tindakan buruk terhadap mereka dan keluarga mereka.

Majelis Tinggi di Jami’ah Islamiyah sangat menyayangkan terhadap apa yang terjadi di negara yang sangat berharga tersebut. Seperti pertumpahan darah terhadap orang-orang yang menuntut apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah pemerintahan yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan memberlakukan syariat-Nya dan kembali kepada kemuliaan yang luhur dan disegani oleh yang lainnya ketika muncul sebuah peradaban yang sangat tinggi yang diketahui oleh manusia.

Majelis Tinggi juga merasa heran bahwa orang yang berdakwah seperti itu di sebuah negara Islam dituduh sebagai bentuk kejahatan yang berhak ditangkap, disiksa, dan dibunuh. Dan perbuatan buruk tersebut dilakukan tanpa memberikan kebebasan sedikitpun bagi para terdakwa untuk melakukan pembelaan.” (diterbitkan di Majalah I’tisham al-Misriyyah pada bulan Januari 1980)

Syekh Bin Baz rahimahullah juga pernah mengatakan, “Di Suriah telah terjadi pertempuran besar antara kaum muslimin dengan pemerintahan dari kalangan Nushairiyyah. Dan ini termasuk peperangan dan jihad antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya. Kaum Muslimin sangat membutuhkan sekali dukungan material, dakwah dengan kalimat thayyibah dan juga dengan jihadun Nafs.

Bagi kaum muslimin harus mengetahui kewajibannya terhadap mereka dan mencurahkan segala tenaga untuk menolong wali-wali Allah, para mujahidin, para penduduk, menolong dengan harta dan jiwa, dan juga dengan kalimat thayyibah yang dapat menolong, menguatkan, dan mendukung mereka dalam melawan musuh mereka yang berlaku dzalim dan sewenang-wenang.” (Muhadharah dengan tema Pentingnya Jihad).

sumber :
http://aqlislamiccenter.com/2013/09/14/pandangan-ulama-saudi-tentang-al-ikhwan-al-muslimin/

No Gay, No Homoseks



"Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri." (Imamat 20 : 13)

"Dan jika seorang lelaki berhubungan suami istri dengan sesamanya seperti dia berhubungan dengan wanita: Mereka harus dibunuh: dan bersimbah darah mereka sendiri." (Leviticus 20 : 13)

Sudah jelas bahwa dalam al kitab nasrani atau yahudi sekalipun sebenarnya telah melarang yang namanya perilaku menyimpang homoseksual alias gay. Sudah pula banyak diceritakan tentang kisah-kisah kaum yang mendapat azab sebab perilaku penyimpangan seksual itu. Jadi bagi mereka yang getol mendukung mati-matian pengesahan UU nikah sejenis itu sebenarnya memperturutkan maunya siapa??

Bukankah sungguh tak habis pikir, binatang saja yang tak punya akal belum pernah ditemukan kasus mengidap homoseks jantan dengan jantan. Lha ini manusia yang berakal sehat dan katanya dari golongan berpendidikan malah melihatnya sebagai suatu hal yg wajar?? Gila.

Memang sebenarnya konklusi sudah mengerucut pada siapa mereka memperturutkan nafsunya itu. Tak lain adalah kepada mereka yg saat ini sedang berupaya menggagas tatanan dunia baru yang diperintah oleh kekuatan anti Tuhan yang tak ingin norma-norma ketuhanan itu ada.

Sungguh mengerikan rasanya, benar-benar merasakan hidup di akhir zaman. Nampaknya semakin banyak jumlah angka dalam tahun semakin rusak pula tatanan kehidupan manusia. Tidak habis pikir bagaimana nantinya nasib anak dan cucu kita kalau tak dibekali dengan ilmu yang baik. Jangan sampai keturunan kita menjadi orang yg celaka karena tak mengerti norma dan nalar gegara terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran jahat semacam ini.

Meski demikian kita tetap tak boleh pesimis. Meski nampak sudah kerusakan moral manusia di bagian bumi sebelah barat sana, perlu diketahui bahwa saat ini juga sedang tumbuh spirit kebaikan yang dibawa oleh sekelompok manusia di sebelah timur. Banyaknya para penghafal quran cilik, merebaknya suasana tilawah di tempat umum, banyaknya da'i-da'i serta aktivis islam yang senantiasa bergerak untuk membawa perbaikan di muka bumi terus menunjukkan eksistensi dan kontribusinya pada ummat. Tinggalah tugas kita memastikan agar kita termasuk segolongan orang yang berjuang itu dan bukan menjadi kelompok orang yang hanya sekedar duduk menjadi penonton.

Ya, seakan saat ini ada dua kubu besar yang sedang tumbuh untuk kemudian nantinya bertemu memperebutkan kejayaannya. Dan kita yakin, al haq lah yang akan memenangkannya. Mengapa? karena janji Allah itu pasti dan nyata bagi orang-orang yang beriman. Selamat berjuang.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India